Kamis, 25 Februari 2016

Kelompoktani Berbadan Hukum, Perlukah ?

Oleh : Rudy Harwono

Konsekuensi diterapkannya Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, berakibat bahwa setiap penerima manfaat (dana bantuan) harus lembaga yang sudah berbadan hukum atau sudah terdaftar sebagai sebuah lembaga di kemenkumham. Pemerintah kabupaten maupun provinsi tidak lagi memberi bantuan kepada lembaga masyarakat, termasuk kelompoktani, yang tidak memiliki badan hukum karena terbentur aturan  pada pasal 298 ayat 4 dan 5 Undang-undang nomor 23 tahun 2014 yang dipertegas oleh Surat Edaran Mendagri nomor 900/4627/SJ tertanggal 18 Agustus 2015. Realita yang ada kelompoktani sebagai kelembagaan petani belum seluruhnya tergolong dalam kelompok yang mapan secara organisasi. Kemampuan kelompok ditinjau dari kelasnya juga masi sangat bervariasi, ada yang non kelas, ada yang kelas pemula, lanjut, madya dan utama, yang sebagian besar belum berbadan hukum. Adanya peraturan baru mensyaratkan agar kelompoktani segera mengurus akte Badan Hukum, terutama jika ingin memperoleh bantuan dana hibah, jika tidak bersiaplah untuk tidak mengenyam dana bantuan apapun, dengan kata lain bersiaplah untuk terlantar.
Sepintas tampak ada kemajuan dengan menyandang akte berbadan hukum, tetapi sebetulnya perlu dipertimbangkan secara mendalam konsekuensinya. Kelompoktani yang berbadan hukum harus dilengkapi dengan adanya Nomer Pokok Wajib Pajak (NPWP), artinya keuntungan yang diperoleh kelompoktani akan dikenakan pajak. Tata cara mengurus NPWP ini juga diuraikan pada berbagai artikel, dengan maksud memudahkan bagi kelompoktani yang ingin mengajukan NPWP. Tetapi sama sekali belum banyak yang menjelaskan kepada petani, batas minimal dan maksimal tentang keuntungan yang akan dikenakan pajak tersebut.Berapa besar pajak yang harus ditanggung petani seakan disembunyikan. Persoalannya bukan enggan membayar pajak, tetapi tahu sendirilah bagaimana kemampuan kelompoktani dalam mengelola bisnisnya, kadang laba, kadang rugi....lalu bagaimana kalau rugi ? apakah kelompoktani masih harus menanggung beban pajak ?
Apakah sumberdaya manusia di tingkat kelompoktani telah terbina dengan baik secara merata di semua pelosok Indonesia ? Apakah jika petani merugi dan gagal panen, berbagai instansi terkait langsung merespon dengan membantu melakukan evaluasi dan pembinaan cepat untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi petani ? Hal ini perlu dijawab dengan "hati". Banyak petani yang bertanya-tanya apakah setiap kelompoktani yang berbadan hukum "pasti" memperoleh bantuan dana hibah, meskipun harus antri menunggu giliran ? Bagaimana kalau bertahun-tahun kemudian tidak juga menerima dana bantuan ? yang pasti...ada atau tidak ada dana bantuan, petani dan kelompoktani tetap bekerja secara mandiri.....tapi kemandirian ini kalau masih dibebani dengan urusan pajak tentu akan sangat memberatkan petani. Jangan pula menuduh bahwa pembentukan kelompoktani hanya untuk mencari dana bantuan, memang ada kelompoktani abal-abal, tetapi masih banyak kelompoktani yang baik dan menjalankan kegiatannya sebisa mereka walau harus tertatih tanpa dana bantuan.
Kelompoktani sebagai kelas belajar untuk menolong dirinya sendiri....itu mereka sudah faham betul. Jadi masih perlukah Badan Hukum itu bagi kelompoktani ? Bersabarlah mitra taniku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar